Yogyakarta, 8 Agustus 2020
Online learning mampu melampaui batas ruang (kelas). Online berkepenjangan selama pandemi ini dapat menimbulkan kejenuhan bagi anak-anak. Oleh sebab itu, pada umumnya anak-anak di Amerika sudah ingin segera kembali ke sekolah. Alasannya secara umum mereka bisa berkreasi langsung, bisa langsung berkomunikasi dan berinteraksi, serta bisa mendapatkan pengalaman langsung, dapat langsung mengembangkan keterampilan khusus, bisa langsung hidup bersama dengan berbagai masyarakat. Alasan anak-anak di Amerika ini, juga harapan anak di seluruh dunia pada umumnya ini bisa dipahami. Sebab hakikat anak adalah sebagai makluk sosial. Ciri makluk sosial adalah interaksi dan komunikasi serta berkreasi langung. Demikian penegasan Prof. Popy Rufaidah, Atdikbud RI di USA sebagai salah satu key note dalam acara webinar putaran ketiga International Conference on ‘the 5th PROFUNEDU , Engineering Learning in the Global Communication and Computation Era’ yang diselenggarakan oleh Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Indonesia (ALPTK PTM) bekerja sama dengan dengan FKIP UMS dan FKIP UAD Yogyakarta serta FKIP Unmuh Bangka Belitung, FKIP Unmuh Kupang, dan FKIP Unmuh Pare-Pare.
Rumusan tersebut inline dengan pernyataan nara sumber lainnya yang menjadi invited speakers dalam forum ini. Antara lain, Prof. Popy Rufaidah (Atdikbud RI-USA), Prof. Arief Rochman, PhD. (Atdikbud RI UK), Prof. Joko Nurkamto (President of TEFLIN), Prof. Dr. Dwi Sulisworo (UAD), Prof. Anam Sutopo (UMS), Patahudin (UM Parepare), Ihwan (UM Kupang), dan Maulina Hendrik (FKIP Unmuh Muh Babel). Secara umum dapat disimpulkan bahwa rekayasa pembelajaran daring memiliki kelebihan dalam melapaui batas ruang dan waktu serta pengetahuan tetapi lemah di aspek keterampilan berkehidupan masyarakat (to live together). Dengan kata lain, pembelajaran online saat ini masih belum efektif.
Dalam konteks masa pandemi di Indonesia yang kemudian semua pembelajaran dilaksanakan secara daring, sebagaimana disampaikan oleh Kemendikbud RI bahkan akan diperpanjang sampai dengan Desember 2020 dipandang perlu untuk dievaluasi kembali. Oleh sebab itu, perlu dilaksanakan pembelajaran dalam skala-skala kecil, perlu penguatan pendidikan keluarga, home schooling, home visits, school visits, perlu pembelajaran secara bergantian dengan tetap adaptasi protokol kesehatan. Kesimpulannya diperlukan kurikulum baru, pendekatan baru, dan bentuk-bentuk pembelajaran baru supaya anak-anak mendapatkan asupan pendidikan wajar dan cukup.
Online learning mampu melampaui batas ruang (kelas). Online berkepenjangan selama pandemi ini dapat menimbulkan kejenuhan bagi anak-anak. Oleh sebab itu, pada umumnya anak-anak di Amerika sudah ingin segera kembali ke sekolah. Alasannya secara umum mereka bisa berkreasi langsung, bisa langsung berkomunikasi dan beriinteraksi, serta bisa mendapatkan pengalaman langsung, dapat langsung mengembangkan keterampilan khusus, bisa langsung hidup bersama dengan berbagai masyarakat. Alasan anak-anak di Amerika ini, juga harapan anak di seluruh dunia pada umumnya ini bisa dipahami. Sebab hakikat anak adalah sebagai makluk sosial. Ciri makluk sosial adalah interaksi dan komunikasi serta berkreasi langung. Demikian penegasan Prof. Popy Rufaidah, Atdikbud RI di USA sebagai salah satu keynote dalam acara webinar putaran ketiga International Conference on ‘the 5th PROFUNEDU , Engineering Learning in the Global Communication and Computation Era’ yang diselenggarakan oleh Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Indonesia (ALPTK TM) bekerja sama dengan dengan FKIP UMS dan FKIP UAD Yogyakarta serta FKIP Unmuh Bangka Belitung, FKIP Unmuh Kupang, dan FKIP Unmuh Pare-Pare.
Rumusan tersebut in line dengan pernyataan nara sumber lainnya yang menjadi invited speakers dalam forum ini. Antara lain, Prof. Popy Rufaidah (Atdikbud RI-USA), Prof. Arief Rochman, PhD. (Atdikbud RI UK), Prof. Joko Nurkamto (President of TEFLIN), Prof. Dr. Dwi Sulisworo (UAD), Prof. Anam Sutopo (UMS), Patahudin (UM Parepare), Ihwan (UM Kupang), dan Maulina Hendrik (FKIP Unmuh Muh Babel). Secara umum dapat disimpulkan bahwa rekayasa pembelajaran daring memiliki kelebihan dalam melapaui batas ruang dan waktu serta pengetahuan tetapi lemah di aspek keterampilam berkehidupn masyarakat (to live together). Dengan kata lain, pembelajaran online saat ini masih belum efektif.
Dalam konteks masa pandemi di Indonesia yang kemudian semua pembelajaran dilaksanakan secara daring, sebagaimana disampaikan oleh Kemendikbud RI bahkan akan diperpanjang sampai dengan Desember 2020 dipandang perlu untuk dievaluasi kembali. Oleh sebab itu, perlu dilaksanakan pembelajaran dalam skala-skala kecil, perlu penguatan pendidikan keluarga, home schooling, home visits, school visits, perlu pembelajaran secara bergantian dengan tetap adaptasi protokol kesehatan. Kesimpulannya diperlukan kurikulum baru, pendekatan baru, dan bentuk-bentuk pembelajaran baru supaya anak-anak mendapatkan asupan pendidikan wajar dan cukup.